Zuber Safawi, S.HI
Salah satu sarana penyucian jiwa (tazkiyatun nufus) menurut Imam Said Hawwa adalah sikap tawadlu’ yang merupakan lawan dari kesombongan. Sedang tawadlu’ menurut beberapa imam adalah sebagai berikut. Imam Abdullah bin Jarullah dalam bukunya “Tawadlu’ dan Takabur”
menyatakan, rendah hati (tawadlu’) terhadap Allah dan sesama manusia termasuk bagian dari sifat para nabi dan Rasul serta orang orang mukmin, yaitu orang orang yang mengetahui kebenaran lalu mengikutinya dan mengetahui kesesatan lalu menghindarinya. Dari sini mereka memetik kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Fudhlail bin Iyadh mengatakan bahwa tawadlu’ adalah suatu sikap tidak memandang pada diri sendiri mempunyai nilai. Abu Yazid Al Bustami berkata bahwa tawadlu‘ adalah apabila seseorang tidak memandang dirinya memiliki kedudukan dan tidak pula memiliki keadaan istimewa serta tidak memandang orang lain lebih buruk dari padannya. Sedang Ibnu Atha’ berkata bahwa tawadlu’ adalah mau menerima kebenaran dari siapapun orangnya dan kemulian itu pada tawadlu’ adanya.
Tawadlu’ yang seperti inilah yang meninggikan pelakunya dan menambah kemuliaannya, karena orang yang seperti inilah orang yang merasa kurang terus dalam pengabdiannya kepada Allah SWT. Tawadlu’ juga melahirkan keselamatan dan kesejahteraan. Mengapa demikian? Karena orang yang tawadlu’ terhadap Allah dan manusia akan hati hati menilai seseorang, dan berhati hati dalam bercakap cakap pada seseorang sehingga selamatlah dia. Tawadlu’ juga akan mewariskan cinta kasih pada manusia karena orang yang tawadlu’ itu punya sikap lembut, sopan dan santun yang mulia, sehingga temannya banyak dan saling kasih sesama kaum muslimin.
Tawadlu’ adalah sesuatu yang di perintahkan Allah kepada manusia seseuai surat Asy syu’ara ayat yang ke 215 yang bunyinya:
(وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ)
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu.
[QS Asy-Syu’ara : 215]
Allah memerintahkan pada kaum muslimin untuk rendah hati pada orang mukmin dan dalam ayat lain Allah perintahkan pada orang mukmin untuk bersifat tegas bagi orang-orang kafir.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya),lagi Maha Mengetahui.
[QS Al-Ma’idah: 54]
Sedang dalam ayat ini perintah Allah lebih tegas dan bersifat keras terhadap orang orang kafir, dan ayat ini lebih sempurna dengan memuat sikap terhadap orang mukmin dan orang kafir sekaligus.
ٱلَّذِینَ یَجۡتَنِبُونَ كَبَـٰۤىِٕرَ ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡفَوَ ٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَۚ إِنَّ رَبَّكَ وَ ٰسِعُ ٱلۡمَغۡفِرَةِۚ هُوَ أَعۡلَمُ بِكُمۡ إِذۡ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَإِذۡ أَنتُمۡ أَجِنَّةࣱ فِی بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡۖ فَلَا تُزَكُّوۤا۟ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰۤ
(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.
[Surat An-Najm: 32]
Ayat ini dengan tegas mengatakan Dia Maha Tahu orang yang dikeluarkan dari perut ibumu masing masing, jangan lah berlaku sombong karena Allahlah yang tahu mana orang yang lebih bertaqwa padaNya.
Imam muslim dalam shohihnya terang Abu Hurairoh RA
Bahwa Rasulullah SAW bersabda; shodaqoh tidak mengurangi harta sedikitpun, Allah menambah kemuliaan hamba yang memberi maaf dan se seorang yang bersikap tawadlu ‘ di hadapan Allah. Dia pasti meninggikan derajatnya.
(HR Muslim)
Maksudnya, secara hakiki uang yang disedekahkan itu tak akan mengurangi uang yang sedekah, karena harta yang disedekahkan itu akan tetap dan berpeluang mendapatkan tambahan dari Allah atas niat dari yang sedekah. Bila yang sedekah itu niat nya lurus, maka Allah akan menambah harta yang disedekahkan sesuai dengan niat bagi yang bersedekah.
Diantara orang dengan tanda tanda tawadlu’ menurut Abdullah bin Jarrah, adalah sebagai berikut.
- Apabila seseorang menonjolkan diri (tidak tawadlu’) terhadap sesamanya ia adalah orang yang sombong dan apabila dia menyatu dalam kebersamaan dengan meraka dia adalah orang yang tawadlu’
- Apabila ia berdiri dari tempat duduknya dan mempersilahkan orang yang berilmu dan berakhlaq untuk duduk ditempatnya, atau mengambilkan alas kaki dan membawakannya hingga didepan pintu ia adalah orang yang tawadlu’.
- Apabila ia berhenti, lalu menyambut orang biasa dengan ramah dan wajah yang menyenangkan, dengan kata kata akrab memenuhi undangannya dan tidak memandang dirinya lebih tinggi darinya dialah orang yang tawadlu’
- Apabila ia mau mengunjungi orang yang lebih rendah status sosialnya atau yang sederajat dengannya atau mau membawakan barang-barang bawaan yang ada di tangannya atau berjalan bersama dalam urusan-urusan tertentu, Ia adalah orang yang tawadhu’
- Apabila mau duduk bersama fakir miskin, menjenguk yang sedang sakit orang-orang cacat memenuhi undangan mereka makan bersama mereka dan berjalan bersama mereka Ia adalah orang tawadhu’
Apabila ia makan dan minum secara tidak berlebihan dan tidak untuk demi gengsi ia adalah orang yang tawadhu’
Wahai kaum muslimin tawadlu’-lah terhadap Allah dan manusia, karena itu merupakan sarana tazkiyatun nufus. Hanya sedikit ummat yang mau melaksanakannya, padahal dari sinilah kaum muslimin meningkatkan kualitas diri mereka ke arah ketakwaan yang Allah telah mengutamakanNya. Said Hawwa dalam bukunya Tazkiyatun Nafs ia berkata,
Semoga kita termasuk manusia yang diisyaratkan Rasulullah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Dunia dan Al Hakim, Rasulullah SAW bersabda;
Kedermawaan adalah taqwa, kemuliaan adalah tawadlu’ dan keyakinan adalah kekayaan.
Semarang, 31 Oktober 2020