Refleksi Milad PKS: Kaderisasi dan Regenerasi PKS, Kamu Ada Dimana?

oleh : Solikhin Abu Izzuddin 1

Ketika Launching Buku Warisan Tarbiyah Ust Chalid Mahmud di Tengaran (15/04/2024) ada satu kalimat penting yang saya catat tentang sosok Ust Cholid Allahu Yarham dari Mas Gus Ud yakni kata Kaderisasi dan Regenerasi.

Kalimat ini menarik karena merupakan core of the core dari proses panjang sebuah gerakan yang mengejawantahkan dirinya nyemplung dalam kancah politik praktis dalam berbangsa dan bernegara ikutan cawe-cawe dan ingin terdepan menjadi pelopor dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Kaderisasi dan regenerasi bisa menjadi alat refleksi diri dalam organisasi apakah akan tumbuh, tambah, berkembang dan menang atau malah rubuh, payah, tumbang dan menjadi santapan rayap serta benalu orang orang yang hanya jadi penumpang.

Mengapa kaderisasi penting?

Kita baru saja berduka menyaksikan sebuah partai berlambang Ka’bah yang lahir tahun 1970 an tumbang karena tidak lolos Parliamentary Threshold (PT) 4% pada hasil Ketetapan KPU 2024 tentang hasil Pemilihan Umum.

Sebagai orang yang pernah dua kali menjadi Saksi di TPS pada Pemilu 1992 dan 1997 tentu penulis turut berduka cita amat mendalam. Ini juga berarti PKS akan semakin sendirian sebagai satu-satunya Partai yang berasas Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kaderisasi menjadi penting karena kalau kita lihat komposisi inti pimpinan Tingkat Pusat, Wilayah dan Daerah PKS masih banyak diisi oleh muka lama anggota seket (soyo cekat ceket) dan sewidak (suwi suwi cedhak) menuju garis finish kehidupan meskipun semua tidak tahu tentang rahasia datangnya kematian. Organisasi saya yakin sudah, sedang dan terus menerus menyiapkan orang (kaderisasi dan regenerasi) dalam berbagai level kepemimpinan. Kita hanya bisa sawang sinawang. Tentunya lebih banyak lagi hal yang tidak ketahui.

Namun dengan wafatnya Ust Quatly Abdulkadir Alkatiri dalam usia 63 tahun sebagai wakil Ketua DPRD Jateng (2019-2024) setelah tiga periode menjadi anggota DPRD Kota Solo (2004, 2009, 2014) tentu menjadi refleksi buat para pimpinan, masayikh, guru guru, pembimbing, pembina, pengurus, anggota agar semuanya mempersiapkan diri dan mengambil peran secara proaktif dalam menggerakkan roda organisasi dan kaderisasi. Ini belum lagi tentang bagaimana melakukan regenerasi tongkat kepemimpinan.

Sebagai refleksi mari kita teliti di lapangan bahwa masih banyak struktur DPC dan DPRa yang perlu disesuaikan dengan AD ART dengan program upgrading dan kaderisasi yang lebih inovatif. Penulis merasakan pentingnya organisasi semakin memperbanyak anggota yang menjadi tokoh panutan di lingkungan sekitarnya masing-masing.

Di Parlemen Pusat DPR RI masih didominasi oleh muka lama di samping ada beberapa muka baru yang cukup terkenal seperti dr. Gamal Albinsaid dan Ismail Bachtiar serta Izzuddin Alqossam Kasuba DPR RI dari Maluku Utara. Mungkin juga banyak orang baru namun penulis tidak kenal.

Di tingkat provinsi masing-masing bisa jadi sudah tampil wajah baru yang familiar semisal Hasan Abdullah Jr yang punya subscriber belasan juta. Namun calon DPR yang fresh-fresh beberapa belum berhasil mendapatkan kursi parlemen. Beberapa calon DPD RI yang “mewakili suara orang ngaji” bahkan tidak berhasil menjadi anggota Senat di Parlemen. Allahu a’lam.

Kalau dari suara jika dibandingkan 1999 ke 2004 yang 7 kursi DPR RI menjadi 45 DPR RI sangat fantastis saat itu. Alhamdulillah. Allahu Akbar.

Alhamdulillah di Pemilu tahun 2019 yang mendapatkan 50 kursi naik kini menjadi 53 kursi di 2024. Betapa pun kita harus bersyukur karena tidak sampai ambles bumi kocap kacarito. Amanah dari rakyat inilah sensus sejati untuk ditindaklanjuti.

Bila ini direfleksikan dengan jumlah anggota yang sudah menikah dan berarti jumlah suara pemilih PKS 2024 belum banyak penambahan. Artinya masih optimis untuk dilakukan peningkatan di masa depan. Insya Allah.

Misal ayah ibu dan tiga atau empat anak (yang sudah memilih) belum signifikan di samping ada yang mungkin tidak lagi milih PKS di 2024 khususnya yang 0.84 persen karena sudah bikin rumah baru. Nyuwun pangapunten njih. Monggo kondur malih, ngopi ngopi bareng.

Di titik inilah penulis ingin mengajak semua yang ingin dakwah ini berkembang dan bisa menebarkan rahmatan lil ‘aalamiin yang kokoh dan terdepan dalam melayani rakyat dan negara kesatuan Republik Indonesia.

Yakni bagaimana melakukan penataan kembali seluruh potensi yang dimiliki untuk melakukan kaderisasi dan regenerasi dalam arti yang sesungguhnya.

Caranya dengan menemukan, mendahsyatkan dan memanfaatkan potensi untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan dakwah.

Bagaimana membangun kesadaran dari dalam bahwa setiap anggota organisasi adalah juru dakwah sebagaimana slogan yang legend nahnu muslim qobla kulli syai, nahnu duat qobla kulli syai.

Maka tantangan bagi organisasi adakah di setiap kabupaten kota (selain Banjabar yang sudah banyak anggotanya, lengkap strukturnya) tersedia 20 hingga 50 anggota pelopor yang benar benar siap menjadi juru dakwah yang tahan banting menjadi mubaligh minimal tingkat kabupaten ndan guru ngaji yang siap tidak digaji namun punya ekonomi mandiri untuk menggaji dirinya sendiri?

Mengapa? Karena ruh organisasi dan kehidupan pergerakan itu tergantung kepada orang-orang yang bergerak bersama dakwah.

Antumur ruhul jadiid fii jasaadil ummah, kalian semua adalah ruh baru yang mengalir di dalam tubuh umat.

Saya membayangkan setiap malam ada 50 orang anggota PKS di masing masing kabupaten yang setiap maghrib isya mengisi majelis taklim di masjid kampung masing masing.

Bakda isya mereka berkumpul jam 20.00 sd 22.00 untuk mendalami ilmu dalam kelompok pembinaan masing-masing. Pagi harinya menjadi muadzin shubuh. Berangkat kerja paling awal sambil murottal. Masya Allah.

Karenanya salah satu solusi yang dirindukan adalah bagaimana organisasi yang besar ini agar semakin kuat adalah kembali ke barak barak pembinaan untuk mendidik (nggak bisa lagi mencetak) anggota yang militan yang siap berjuang dalam berbagai keadaan.

Usai Pemilu tahun 2014 penulis menyajikan buku Back to Tarbiyah untuk menjawab persoalan di lapangan. Semoga bisa sedikit urun rembug bagaimana melakukan ideologisasi nilai-nilai Islam dalam perjuangan dakwah parlemen agar tidak luntur dan lumer

Kini di 2024 kayaknya perlu melakukan kembali pelatihan pelatihan pembinaan anggota berkolaborasi dengan dana aspirasi dewan sehingga semakin banyak iron stock yang siap tampil menjadi Muslim Negarawan yang bisa menerjemahkan nilai-nilai dakwah dalam berbangsa dan bernegara. Bagaimana objektifikasi nilai-nilai yang diyakini sebagai bekal untuk memimpin bangsa dan negara.

Sehingga anggota organisasi ini semakin lincah tampil trampil dan trengginas migunani tumraping liyan bisa berkolaborasi dengan organisasi besar Muhammadiyah yang lahir tahun 1912 dan Nahdhatul Ulama yang lahir tahun 1926.

Betapapun PKS hanyalah cicit atau buyut dari dua organisasi besar tersebut. Sehingga harus bisa mikul dhuwur mendhem jero kehormatan para leluhur. PKS memang gerakan dakwah yang mewujud dalam partai politik karenanya mestinya bisa beradaptasi dengan NU dan Muhammadiyah agar tidak menjadi mazhab tersendiri “agama PKS”.

Di moment Idul Fitri 1445 H sekaligus refleksi 22 tahun ini sangat tepat PKS merakit kebersamaan dengan semua elemen wabil khusus NU-Muhammadiyah (bukan karena mau Pilkada) namun semata-mata karena anggota PKS ingin menjadi makmum dari para guru dan ulama bangsa. Kalau kemudian dipercaya menjadi imam pun sudah menyatu jiwa dengan umat dan rakyat. Jangan sampai PKS menjadi agama baru alias agama PKS. Jangan pula anggota PKS membawa pemahaman mazhab kelima. Cukuplah dengan empat mazhab untuk diikuti salah satunya.

Barangkali anggota PKS punya kemajuan di beberapa sisi misalnya lembaga pendidikan terpadu dll namun penulis menyadari bahwa untuk membangun negeri harus belajar berpikir dan berjiwa besar serta senantiasa berkolaborasi dengan semua elemen bangsa.

Karenanya…

Kalau mau ingin cepat sampai berlarilah seorang diri, kalau ingin besar dan kuat, mari berjalan bersama-sama.

Sudah saatnya kita senantiasa…

“Bersatu dalam aqidah. Berjamaah dalam ibadah. Toleransi dalam khilafiyah. Konsisten dalam berdakwah. Santun dalam muamalah.”

  1. Penulis Buku, Ketua MPW PKS Jateng ↩︎
Exit mobile version